Halodayak.com – Tokoh masyarakat suku Arfak dan Suku Yapen Waropen di Manokwari melakukan pertemuan penyelesaian kasus ujaran kebencian. Kasus tersebut diselesaikan secara adat. Namun proses penyelidikan masih berlanjut di Polres Manokwari. Pertemuan itu di fasilitasi oleh Polres Manokwari.
Tokoh masyarakat suku Arfak, Obet Ayokmengungkapkan, kedatangannya ke Polres Manokwari untuk membahas lebih jauh terkait masalah dugaan ujaran kebencian. Namun secara hukum positif masih berlanjut, meskipun penyelesaian melalui prosesi adat.
“Kedatangan kedua suku ini merupakan wujud itikad baik dari keduanya untuk menyudahi permasalahan tersebut. Dari suku Arfak telah menyampaikan permohonan maaf kepada ES dan keluarga beserta seluruh masyarakat Yapen atas polemik yang sebelumnya terjadi di Manokwari,”jelasnya.
Mewakili masyarakat suku Yapen di Manokwari, Otis Ayomi menyampaikan, dalam kasus ini masyarakat suku Yapen tidak menuntut apapun. Masyarakat suku Yapen hanya menginginkan pengembalian nama baik melalui media.
“Saya tidak bisa mengambil keputusan, semua kembali kepada keluarga, sehingga jangan saya disalahkan. Dari pandangan adat saya hanya ingin kita semua melapangkan dada dan melihat kedepannya. Ini bukan soal sanksi atau nilainya tapi bagaimana semuanya bisa berjalan dengan baik kedepannya,” ucapnya.Sementara itu, Kuasa Hukum terduga terlapor MLH, Yan C Warinussy mengatakan bahwa kasus ini perlu diluruskan agar tidak ada pihak yang salah tafsir. Menurut Cristian Warinussy, dalam kasus ini kliennya MLH adalah terduga terlapor dan diperiksa sebagai saksi, serta belum ditingkatkan statusnya sebagai tersangka sebab dari hasil penyelidikan dan penyidikan dari aparat kepolisian tidak membuktikan bahwa kliennya itu bersalah.
“Klien kami tidak pernah melapor dan kami tidak tahu siapa yang melapor. Jadi kalau kami diminta sudah kasus ini dan cabut laporan itu kami tidak tahu sebab bukan kami yang lapor dan membuat perkara. Bahkan jika mendengar keterangan klien kami dia sebenarnya juga korba. Kalau soal penyelesaian secara RJ (Restorative Justice) itu kewenangan Kepolisian kami tidak bisa intervensi itu,” tegasnya.
Kapolres Manokwari, AKBP Parasian H Gultom, mengatakan, dalam kasus ujaran kebencian ES tidak bersalah atau tidak terbukti yang menulis kata- kata ujaran kebencian di media sosial hingga beredar luas di masyarakat.
Pada dasarnya menjadi terlapor ES namun pada prosesnya, mulai terduga hingga saksi sampai betul- betul bisa membuktikan atau tidak. Dan ternyata memang ES tidak terbukti menulis ujaran kebencian itu. Kemudian dari hasil penyedikan lebih lanjut, polisi kemudian menetapkan AM dan EM sebagai tersangka setelah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan hasilnya dan juga diakui oleh keduanya.
“Jadi terduga terlapor MLH tidak pernah melaporkan justru yang melapor itu AM dan EM dengan tertanda Omer Petrus Isba pada 26 Februari 2022 lalu sehingga polisi melakukan proses pemeriksaan,” katanya.
Menurut Kapolres, hal itu tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan jika sesuai dengan aturan dan hal-hal yang harus diikuti proses pencabutan laporan polisi dan restorasi justice adalah sesuatu hal yang mungkin sangat bisa ditempuh dan proses sampai ke Pengadilan bisa menjadi pertimbangan dari penyidik.
“Tapi yang harus dimengerti adalah ini butuh proses, ada tahapan dan kami butuh langkah-langkah. Proses perkara akan kami tindak lanjuti kembali,”tuturnya.
Menurutnya, terpenting bagi kami adalah bagaimana situasi Kamtibmas ini bisa terjaga dengan baik. Penyelesaian secara adat yang berjalan dengan damai bisa menjadi acuan bagi kami untuk tindakan selanjutnya.
“Selebihnya kami akan melalui proses internal kedalam untuk penyelesaiannya,” pungkasnya.
Dalam pertemuan ini juga ditandai dengan penyampaian permohonan maaf oleh tersangka AM dan EM dan diterima dengan baik oleh terduga terlapor MLH. (**)