Kuburan China Dibongkar, Misteri Beredar

HALODAYAK.COMSiapa yang tak kenal Masjid Kampus UGM. Ya, meski dikenal sebagai masjid kampus, Masjid Kampus UGM nyatanya menjadi salah satu masjid terbesar dan termegah di Yogyakarta.

Tak ayal, karena kemegahannya, masjid ini pun menjadi salah satu tujuan atau destinasi wisata banyak orang, baik itu umat muslim maupun non-muslim.

Halaman indah, dengan kolam dan barisan pohon-pohon yang permai, serta keberadaan menara setinggi 99 meter di sisi utara bangunan masjid, menjadikan masjid yang dibangun sejak 1998 itu sebagai tempat piknik alternatif, dengan banyak spot-spot foto yang instagramable.

pemandangan senja di Masjid Kampus UGM pada tahun 2017. (Indozone/Abul Muamar)

Tak cuma sebagai objek wisata dan tempat peribadatan, masjid ini juga kerap menghadirkan tokoh-tokoh ternama sebagai pembicara. Seperti untuk Ramadhan 1443 H tahun ini. Ada nama-nama seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Airlangga Hartarto, yang akan menjadi pembicara tarawih di masjid tersebut.

Namun, di balik kemegahan serta daya tarik masjid tersebut, ada kisah ironi yang melatari pembangunannya. Ya, itu tidak lain adalah pembongkaran 1.800 kuburan China di lahan yang sekarang menjadi tempat berdirinya masjid tersebut.

Kala itu, pembangunan masjid di lahan makam China itu sempat menuai kontra dari Perkumpulan Urusan Kematian Yogyakarta (PUKY) yang saat itu dipimpin oleh Onggo Hartono, seorang pengusaha Tionghoa yang disegani di Yogya (antara lain pemilik Hotel Saphir).

Pihak PUKY keberatan lahan makam China itu dipakai untuk keperluan lain, mengingat hal itu menyangkut masalah pemindahan makam dan masalah ahli waris dari makam-makam tersebut.

Namun, pihak panitia pembangunan masjid mendapat lampu hijau dari Sultan Hamengkubuwono, sebagai pemilik lahan tersebut. Bahkan, pihak Kraton Jogja memutuskan bahwa makam tersebut boleh dijadikan lahan masjid tanpa perlu mengganti harga tanahnya.

Dari titik itu, tak ada lagi yang bisa menentang pembangunan masjid di lahan kuburan China itu. Maka, pembongkaran 1.800 makam pun dimulai.

Sempat Akan Dipindahkan ke Gamping dan Gunung Sempu

Panti Kesmo Kraton sempat mengusulkan dua nama, yaitu Gunung Sempu dan sebuah lokasi di Gamping. Lokasi kedua tersebut bersebelahan dengan makam pejuang Mataram namun tidak masuk dalam daftar orang yang dapat dimakamkan di makam pahlawan.

Potret Masjid Kampus UGM di awal masa pembangunannya. (YouTube/Masjid Kampus UGM)

Dalam pengurusan izin dengan pengurus makam mengajukan keberatan dengan alasan hal tersebut akan tidak menghormati pejuang yang dimakamkan di sana.

Usaha pencarian lokasi pemindahan makam terus dilanjutkan. Pada usaha kali ketiga ini, didapatkan lahan di daerah Piyungan. Lokasi ketiga ini cukup tinggi, sehingga sesuai dengan kultur masyarakat mengenai lokasi pemakaman.

Setelah ada persetujuan dari semua pihak dilakukan sosialisasi pada desa yang bersangkutan melalui perkumpulan. Kegiatan masyarakat dilaksanakan dalam bentuk kerja bakti. Dalam sosialisasi tersebut didapatkan semacam perjanjian bahwa urusan penggalian di Piyungan diserahkan pada tenaga kerja lokal.

Setelah lahan lokasi pemindahan makam didapatkan, dimulai pencarian ahli waris untuk mendapat persetujuan pemindahan makam. Jumlah makam yang harus dipindahkan oleh panitia pada tanah seluas 2,8 hektar tersebut adalah 1.800 makam.

Untuk menghindari masalah hukum yang akan timbul dalam proses tersebut, kegiatan pemindahan makam disiarkan dalam bentuk iklan di surat kabar Bernas dan Sinar Harapan.

Iklan tersebut ditayangkan sebanyak tiga kali dalam jangka waktu tiga bulan. Isi iklan adalah pemberitahuan kegiatan pemindahan dan mengumumkan pada ahli waris yang menyerahkan proses pemindahan pada pihak UGM tidak akan dipungut biaya apa pun. Akan tetapi jika ada yang ingin mengurus sendiri tetap dipersilahkan asalkan tetap berkoordinasi dengan pihak UGM menyangkut administrasi pendataan.

Setelah diiklankan, terdapat 400 ahli waris yang menghubungi pihak UGM. Sisanya sebanyak 1.400 makam tetap diurus oleh pihak UGM.

Kegiatan pemidahan makam dilakukan dengan memberikan nomor pada makam asal dan mengatur makam-makam tersebut sesuai dengan kapling pada makam tujuan. Kegiatan ini membutuhkan pendataan yang cermat dan teliti agar tidak terjadi kesalahan pemindahan ataupun salah identifikasi makam. Untuk mengantisipasi, peti mati diberi nomor berikut tutupnya dan juga kapling makam tujuan.

Ukuran kapling makam di Piyungan mengikuti ketentuan Departemen Dalam Negeri RI (Depdagri) namun untuk kedalaman disesuaikan karena lahan di Piyungan berupa tanah gamping yang keras sehingga sulit untuk digali. Sedangkan ukuran peti mati (peti mati dibuatkan oleh UGM dengan bahan baku kayu jati yang didatangkan dari Wonosari) lebih pendek dari ukuran peti mati pada umumnya.

Terdapat 14 tim (satu tim terdiri dari enam orang) yang bertugas menggali makam dan mengambil jenazah. Kegiatan penggalian dan pengambilan jenazah dilakukan oleh tim yang berbeda.

Tim tersebut berasal dari para group pemakaman yang sebagian besar berdomisili di Sagan. Sempat terjadi negosiasi tarif yang alot antara pihak UGM dan pekerja penggalian. Sebagai tindakan pencegahan sempat dipertimbangkan untuk menggunakan tenaga kerja dari Bantul yang sebelumnya pernah memindahkan makam Jawa. Akan tetapi pada akhirnya tenaga “lokal” tetap digunakan.

Mengingat adanya kemungkinan makam yang masih ‘basah’ (jenazah masih berdaging) dan kemungkinan kontaminasi penyakit, sempat dipertimbangkan untuk mempergunakan jasa Pasukan Katak yang biasa bertugas sebagai pasukan penyelamat. Namun usul tersebut tidak jadi dilakukan untuk menghindari stigma negatif dari masyarakat terhadap Pasukan Katak.(EL)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ikuti kami di

5,928FansSuka
11,220PengikutMengikuti
3,002PelangganBerlangganan

berita terakhir