PALANGKA RAYA, HALODAYAK.COM – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang semakin dekat, berbagai isu pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) mencuat. Hal ini tidak hanya menimbulkan dampak bagi ASN, tetapi juga bagi pasangan calon (paslon) yang terlibat. Sesuai Pasal 71, pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi pidana.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nurhalina mengatakan, berperan penting dalam penanganan pelanggaran. Meski Bawaslu melakukan klarifikasi, keputusan akhir mengenai apakah pelanggaran terjadi ada di tangan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Jika terbukti bersalah, BKN dapat menjatuhkan sanksi yang berdampak serius, seperti pemecatan.
“Sanksi pidana bagi pelanggaran netralitas sangat berat. Paslon yang terbukti melanggar dapat menghadapi hukuman minimal enam bulan penjara dan denda maksimal enam juta rupiah. Ini menunjukkan bahwa pelanggaran netralitas bukan hanya masalah etika, tetapi juga menyangkut hukum yang harus ditaati,” jelasnya, Kamis (10/10/2024).
Ia menjelaskan, proses penanganan pelanggaran ini melibatkan kajian yang dilakukan Bawaslu. Hasil kajian akan dibahas dalam pleno pimpinan dan selanjutnya dibawa ke Sentra Gakunggu untuk mendapatkan keputusan. Keputusan ini akan menentukan apakah kasus akan diteruskan ke tahap penyelidikan atau dihentikan.
“Dalam suasana pemilu yang kompetitif, penting bagi semua pihak untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka. Dengan demikian, diharapkan pemilu mendatang dapat berlangsung dengan lebih bersih dan berintegritas, menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi,” pungkasnya. (Uni/Vgs)