Halodayak.com – Ketika warga Sri Lanka antre BBM berjam-jam, mengalami pemadaman listrik setiap hari, dan menyaksikan merosotnya pendapatan mereka, presidennya, Gotabaya Rajapaksa, menyalahkan kekuatan di luar kendalinya.
“Krisis ini tidak diciptakan oleh saya,” cetusnya dalam pidatonya bulan lalu, mendesak rakyatnya “yakin” pada tindakan presiden.
Saat ini, puluhan ribu pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan di ibu kota Kolombo, dan bentrok dengan pasukan keamanan di luar rumah dinas keluarga penguasa tersebut. Mereka kehabisan barang kebutuhan pokok dan kesabaran, dan meminta presiden mengundurkan diri.
Para pengkritik mengatakan presiden lebih fokus dalam melindungi dinasti politik keluarganya daripada memperbaiki institusi dan perekonomian negara.
Untuk memastikan masa depan politik keluarganya, Rajapaksa (72), merusak sistem peradilan pidana, memenjarakan pembangkang, dan menghancurkan oposisi.
Dia memperluas kekuasaan kepresidenannya secara drastis, memenuhi pemerintah dengan kerabatnya, rekan militer dan biksu sayap kanan yang selaras dengan pola pikir penegakan hukum dan ketertibannya.
Inilah yang membuat Sri Lanka tidak siap untuk menghadapi krisis ekonomi dan utang yang semakin bertambah. Anggarannya terkuras habis setelah negara kepulauan itu ditutup untuk turis karena pandemi virus corona dan setelah serangkaian kesalahan langkah kebijakan. Dan pada Selasa, pemerintah mengatakan sedang menangguhkan pembayaran utang internasionalnya, sebuah sinyal kondisi ekonomi bisa memburuk.
Sekarang, Sri Lanka sedang berusaha menghemat anggaran untuk persediaan darurat bahan bakar dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Negara subur yang menghasilkan beberapa teh paling dicari di dunia ini menghadapi kerawanan pangan yang meluas. Dan pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan Kolombo, banyak dari mereka adalah profesional muda yang telah menerima begitu saja bahwa mereka akan memiliki listrik dan layanan internet yang stabil, akses ke kopi dan mobil impor, serta masa depan yang menjanjikan.
Armada truk angkutan barang Shathurshan Jayantharaj (25) berhenti beroperasi ketika pasokan solar berkurang. Dia ikut berunjuk rasa di Kolombo hampir setiap hari, memprotes ketidakmampuan pemerintahan Rajapaksa/
“Kami mungkin telah meraih banyak hal, tapi kami kehilangan semuanya saat ini,” ujarnya, dikutip dari The New York Times, Selasa (12/4).
“Keluarga ini tidak tahu apa yang dikerjakan, dan mereka menjerumuskan kami semua.”
Dalam kampanyenya pada 2019, Rajapaksa berjanji memulihkan keamanan setelah lebih dari 250 orang tewas dalam serangkaian bom bunuh diri pada Minggu Paskah tahun itu. Saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan saat kakaknya, Mahinda Rajapaksa menjadi presiden, dia dan keluarganya dipuji karena mengakhiri perang sipil pada 2009 dan menciptakan perekonomian yang menjadi model bagi negara lain. Dia diuntungkan kemarahan publik terkait bukti bahwa pemerintah saat itu mengabaikan peringatan terkait serangan teroris.
Gotabaya Rajapaksa lalu menang telak dalam pemilu.
Atmosfer di Sri Lanka bergeser. Kepala detektif Departemen Investigasi Kriminal atau CID yang membuka penyelidikan atas keluarga Rajapaksa melarikan diri ke Swiss. Sejumlah jurnalis ternama, diplomat, dan pejabat lainnya juga melarikan diri.
Ketakutan mereka bukannya tidak beralasan. Rajapaksa memperluas penggunaan undang-undang antiteror yang dinilai dapat dimanfaatkan untuk memenjarakan ratusan orang.
Hejaaz Hizbullah, seorang pengacara hak asasi manusia Muslim terkemuka yang menentang perebutan kekuasaan Mahinda Rajapaksa selama krisis konstitusional pada tahun 2018, dipenjara dengan tuduhan ujaran kebencian.
Setelah lebih dari satu setengah tahun, Hizbullah, yang menyangkal tuduhan tersebut, menerima jaminan bulan Februari. Dia ingin berbicara mewakili orang-orang yang dia katakan dipenjara secara tidak adil di bawah undang-undang teror, tetapi takut akan pembalasan.
Rajapaksa juga membentuk Komisi Penyelidikan Presiden, alat yang menurut para kritikus digunakan untuk membalikkan keputusan pengadilan, memaafkan sekutu politik dan melindungi keluarga dari tuduhan kekejaman masa perang.
Direktur CID, Shani Abeysakara, yang menangani beberapa kasus HAM yang membuat kemajuan di bawah presiden sebelumnya, telah menghadap komisi lebih dari 40 kali.
Pada bulan pertama Rajapaksa menjabat, Abeysakara diturunkan pangkatnya menjadi asisten pribadi kepala polisi provinsi. Dia kemudian ditangkap dan dipenjara dengan tuduhan memalsukan bukti dalam kasus seorang mantan pejabat tinggi polisi yang dekat dengan Gotabaya Rajapaksa yang dihukum karena membunuh seorang pengusaha.